Jumat, 10 Februari 2012

Judi



"Sales" demikian jawab saya ketika ditanya oleh pendeta mengenai apa pekerjaan saya saat konseling katekisasi (bimbingan prabaptis) yang rencananya saya akan di baptis bertepatan pada saat perayaan natal 2009 di salah satu gereja di daerah Asahan. Padahal kalau dia tahu pekerjaan saya sebenarnya adalah seorang bandar judi, saya tidak bisa membayangkan apa reaksinya dan apa yang akan terjadi nanti. Memang sudah sejak SMP saya sudah mahir menggeluti dunia ini. Banyak teman  saya yang berkecimpung dalam dunia judi Togel & Sepak Bola. Semua pertandingan sepak bola, mulai dari liga Inggris sampai liga Italia kami jadikan ajang judi. Taruhan yang kami bandari mulai dari ratusan ribu sampai puluhan juta rupiah. Bisnis bandar pertaruhan saya berkembang pesat sehingga tahun 2006 saya sudah bisa membuka bandar sendiri. Pertarungan saya sampai dengan bandar-bandar  top di Jakarta, dengan omzet  setiap pertarungan bisa mencapai Puluhan Juta.

Kemahiran saya dalam pertaruhan membuat  saya  sering kali menang, sehingga membuat  saya memiliki  uang  yang  berlimpah.  Uang  yang  mudah  datang  mudah  juga  perginya.  Saya menghabiskan uang  itu  dengan berfoya - foya. Seluruh kegiatan judi tersebut mulai  dari memonitor para  petarung,  mencari  informasi dan prediksi,  sampai transaksi dengan para pelanggan  dapat saya lakukan hanya dengan telepon genggam. Walaupun hidup saya bergelimang uang, namun saya merasa kesepian. Saya mulai berpikir untuk mencari teman. Saya ingin mencari teman yang bukan dari dunia malam, tempat saya hidup dan bergaul. Saya ingin mencari teman dari kalangan baik - baik, sehingga saya mulai mengurangi kehidupan di dunia malam untuk berkonsentrasi mencari pasangan hidup.

Awal tahun 2008, Saya mendatangi salah satu Gereja di  daerah Jakarta Barat. Semula saya merasa berada di tempat yang salah. Kumpulan itu bersorak-sorak, bernyanyi - nyanyi, bertepuk tangan, dan mengangkat tangan mereka. Walaupun begitu, sepulang dari pertemuan itu saya merasakan sebuah sukacita yang lain. Sukacita yang belum pernah saya rasakan sebelumnya, yang juga tidak pernah saya temukan di dunia malam yang bergelimang kesenangan itu. Demi menyenangkan hati, saya setuju bergabung menjadi anggota perkumpulan itu. Saat itulah saya mengenal sosok Yesus. Sementara dengan lihainya saya menyembunyikan identitas pekerjaan saya yang sebenarnya.

Tahun 2009, saya mengalami kebangkrutan, dan meninggalkan utang yang besar di Jakarta. Kemudian  saya menetap di rumah teman baik saya di daerah Asahan. Bukannya jerah atas pengalaman di Jakarta, malah begitu ada kesempatan saya mulai terjun lagi dalam kehidupan judi dan dunia malam. Siang hari biasanya saya menganggur dan saya mengisinya dengan tidur, minum - minum bersama teman - teman sekitar tempat tinggal saya. Kemudian mengabiskan sepanjang sore hingga pagi di warnet dekat rumah untuk merekap hasil pertaruhan dengan sistem online di internet, tetapi hal itu tidak berlangsung lama. Banyaknya  penangkapan judi yang dilakukan aparat berdampak besar bagi bisnis pertaruhan saya. Kemudian salah satu teman kongsi saya meributkan masalah pembagian hasil yang semakin hari semakin menipis, ia mengira saya melakukan kecurangan atas pembagian hasil. Belum lagi banyak pelanggan yang mengalami kesulitan keuangan sehingga enggan lagi untuk bertaruh. Karena keributan itu saya mengatakan dengan tegas kepada rekan saya kalau saya memutuskan berhenti menjadi bandar, dalam waktu dekat saya akan membaptiskan diri, setelah baptis saya akan meninggalkan Asahan. Akibatnya, saya mengalami kesulitan untuk membayar hutang - hutang ke donatur yang menginvestarsikan dana  mereka sebagai modal saya untuk bertaruh.

25 Desember 2009 saya datang ke gereja untuk pelaksanaan Baptisan, saya seperti ditegur langsung oleh Tuhan. Tidak mungkin mencapai apa yang saya inginkan dalam hidup melalui judi. Saya sadar, ternyata selama ini saya telah mencobai Tuhan, sesuatu yang saya tahu salah sejak semula, namun tetap saya lakukan berulang - ulang. Saya teringat pertama kali saat saya mau mulai terjun kembali ke dunia judi di Asahan, saya sempat menantang Tuhan. Saya berkata pada Tuhan, Tuhan ini aku yang hancur sewaktu di Jakarta karena persoalan judi dan saat ini ada kesempatan saya untuk membangun jaringan judi di daerah Asahan kalau KAU izin kan saya menjalanin ini maka lancarkanlah usaha saya ini. Tapi kalau Tuhan tidak berkenan maka hancur leburkan saya Tuhan, kemudian bentuk saya kembali dari awal sesuai apa yang kau kehendaki. Saya renungkan teguran itu, dan bertekad untuk berhenti dari kehidupan judi.  Saya tidak mau lagi mencobai Tuhan.

Baru saja berkomitmen mengenai hal tersebut, mendadak telepon berdering. Ternyata pencobaan pertama datang. Seorang langganan bertanya mengenai pertaruhan. Saat itu juga dengan tuntunan Tuhan, saya mengatakan padanya bahwa saya sudah berhenti berjudi sejak hari itu dan mau hidup lebih dekat dengan Tuhan. Dia terkejut, "Bagaimana mungkin kamu bisa begitu?" Banyak pengusaha besar menutup usahanya dan beralih menjadi penjudi karena jauh lebih menguntungkan, tetapi saya yang telah punya jaringan luas dan nama besar malah ingin berhenti. Dia tidak bisa memercayainya; baginya itu mustahil, namun itulah yang terjadi. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, segala sesuatunya mungkin terjadi bersama dengan-Nya.

Berhenti berjudi otomatis menghentikan juga pemasukan uang, padahal saya harus membayar hutang - hutang kepada para donatur yang meminjamkan modal untuk saya. Walaupun demikian, ada suatu kekuatan yang membuat saya sungguh yakin bahwa langkah yang saya ambil untuk berhenti adalah benar. Saya merasakan bahwa Tuhan sangat dekat sekali dan saya memiliki suatu keyakinan bahwa Dia akan menyertai dan menyelesaikan segala permasalahan saya. Benar saja, Tuhan menolong saya dengan ajaib. Suatu hari, Dia menuntun untuk melamar kerja di sebuah  perusahaan besar, sebuah perusahaan yang bergerak di sektor perkebunan, Dia menuntun saya agar bekerja di sana. Setelah bekerja di sana beberapa minggu saya diizinkan mengikuti program beasiswa dari perusahaan tersebut dan di kuliahkan di Jogja, walaupun uang saku yang saya terima tergolong kecil, namun kesibukan kuliah berangsur-angsur telah membuat saya melupakan kehidupan hitam saya sebelumnya.

Penghasilan yang saya peroleh dari perusahaan memang masih belum mampu melunasi hutang - hutang, namun penyertaan Tuhan memang luar biasa. Ada suka cita yang besar di dalam hidup saya. Para donatur yang memberikan pinjaman kepada saya juga bersedia bersabar  dan tidak memaksa saya untuk segera melunasi hutang - hutang saya. Mereka memberi kelonggaran kepada saya untuk mencicil utang - utang tersebut. Hidup di dalam Tuhan Yesus adalah sebuah kepastian, bukan seperti kehidupan judi seperti yang pernah saya lakukan. Saya yakin semuanya akan terselesaikan dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

loading...